Rabu, 11 November 2009

Tuhan ambillah, aku sudah merelakannya

Senang bisa berbincang-bincang denganMu. Layaknya bicara dengan teman. Engkau tidak sungkan-sungkan memberi tau apa yang perlu kutau.

Pernah kuceritakan kepadaMu tentang sesuatu yang indah dan mempesonakan. Engkau tersenyum manis dan terus mendengarku bicara.
Hmm, aku juga selalu sumringah jika bercerita padaMu.
Engkau memang teman yang sejati, tak pernah Engkau tidak mendengarku saat bercerita. Layaknya anak kecil aku berceloteh terus.

Dan perangaiku yang terus bergembira membuatMu sedikit berhati-hati dalam meresponku.
Seolah-olah ada yang ingin Engkau utarakan, tapi serasa Engkau menjaga perasaanku. Yap, karna Engkau tau bahwa aku tidak akan siap mendengar yang akan Engkau katakan.

Pelan-pelan Engkau mengatakannya, dan aku mendengar tak begitu jelas. Itu karna aku terlalu banyak bicara dan sama sekali tidak menghiraukanMu saat bicara. Lalu Engkau diam tak menyahut jika kubicara.

DiamMu membuatku asing. Why...kenapa Engkau diam saja? Aku ingin dengar pendapatMu. Apa gerangan responMu? Akhirnya, dari diamMu aku tau aku terlalu banyak bicara. Baiklah, Engkau boleh bicara dan aku akan diam mendengar sampai Engkau siap bicara.

Lalu Engkau perlihatkan aku tentang keindahan dan pandangan yang mempesonakan itu. Engkau katakan, lepaskan...itu tak baik untukmu.
Kusangkal perkataanMu dan seraya bicara panjang lebar kukatakan kalau Engkau keliru, walau tak pernah Engkau keliru, seenaknya saja kukatakan Engkau keliru:)
Aku memang bandel...sangat bandel, dan Engkau tau bagaimana mengatasi kebandelanku.

Lama-lama aku bosan bercerita karna Engkau sepertinya juga sudah bosan mendengar hal yang itu-itu saja.
Dan terang saja, saat Engkau perlihatkan lagi lebih jelas keadaannya, rasanya tak kuasa untuk mempercayainya. Akhh, kok gitu sih...janganlah begitu...aku ga mau...ucapku berulang-ulang.

Memang kalau sudah begitu tingkahku, Engkau semakin diam saja. Semakin Engkau diam semakin sembarangan tingkahku untuk menarik perhatianMu.
Dengan lembut Engkau sentuh hatiku, Engkau tambahkan ketegaran, Engkau tambahkan ketabahan, Engkau tambahkan kerelaan, Engkau tambahkan semua hal yang kuperlu untuk menerima keputusanMu.

Walau belum rela, kukatakan...ya sudahlah kuterima keputusanMu.
Entahlah, unsur kerelaan yang Engkau tambahkan mungkin masih kurang banyak sehingga kusadari aku belum benar-benar rela dengan keputusanMu.

Lelah, sedih, tepatnya kecewa dengan keadaan itu, aku berteriak padaMu. Sudah, ambil saja...sekarang juga sudah bisa Engkau ambil...lebih cepat lebih baik...aku sudah tak mau.
Dan Engkau marah, sangat marah dan Engkau tunjukkan segala sesuatu yang membuktikan kalau aku tidak layak bicara begitu.
Duhhhhhhh, aku memang keterlaluan...sangat keterlaluan. Begitupun, Engkau masih menghargaiku, menghormatiku...Engkau tidak mengambilnya sampai aku benar-benar rela.

Sekarang, aku sudah rela...ambillah, karna memang aku tidak memerlukannya sebagaimana Engkau memandangnya.

Aku cinta padaMu, Tuhanku:-)