Minggu, 09 Agustus 2009

cukup

kata cukup menggambarkan kepuasan. kepuasan terhadap apapun, secara fisik ataupun bathin. titik dimana tidak mau lagi akan sesuatu itu atau yang lain sebagai pengganti.
tentu saja gambaran cukup yang kumaksud ini hanya dari satu sudut pandang saja.

dari sudut pandang yang lain kata cukup menggambarkan keadaan di bawah standar.

aku sendiri sudah puas sehingga aku berteriak...CUKUP! tidak hanya sekedar berbicara tapi benar-benar berteriak!
kepuasanku terhadap kejenuhan...
kejenuhan terhadap suara-suara sumbang, pongah, dan kamuflase

puas terhadap pemikiran-pemikiran besar, luas tapi kosong
puas terhadap ide-ide cemerlang tapi tanpa nyali
puas terhadap perdebatan yang tak penting
puas terhadap argumen-argumen yang tak berpangkal ujung

kata cukupku untuk puasku kuganti dengan kata bosanku
bosanku terhadap dia, dia, dan dia
dan entah siapa lagi dia dan dia yang lain

kebanyakan hanya besar di nafsu
manusia setengah hati setengah hasrat dan entah setengah apalagi sehingga tidak bernyawa
mungkin hanya sepenggal...sepenggal roh separuh nafas

dan lebih lagi bosanku pada diriku
bosanku berada diantara mereka
bosanku menahan diri tidak menyingkir
bosanku pada pembelajaran yang tak bisa membuat semua mendapat pelajaran
bosanku pada...entah terhadap apalagi aku bosan
dan aku sendiri sudah bosan dengan kebosananku

cukup dulu berbicara,
saatnya mendengar
cukup dulu berpikir
saatnya berbuat
cukup berputar-putar
saatnya fokus
cukup sudah mencari-cari kesalahan
karna tak satupun kita yang benar

dan aku katakan cukup sudah semua kesemuan ini, aku sudah kenyang!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar